Followers

26 April 2017

Tagged under: , ,

Hujan Berkah Bonus Demografi di Indonesia




Ibaratkan hujan, bonus demografi bisa membawa berkah maupun kerugian. Hujan bisa memberikan berkah seperti meningkatnya kesuburan tanaman. Bonus demografi yang ditandai dengan melimpahnya penduduk usia angkatan kerja (15-64 tahun) yang jauh lebih banyak dibandingkan penduduk usia angkatan non-kerja (di bawah 14 tahun dan di atas 64 tahun) bisa memberikan berkah seperti meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, hujan bisa menyebabkan kerugian seperti kebanjiran. Melimpahnya penduduk usia produktif pun bisa menjadi malapetaka tersendiri apabila tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik seperti meningkatnya angka pengangguran.

Faktanya adalah Indonesia mulai memasuki era bonus demografi yang puncaknya diprediksi terjadi antara tahun 2020 hingga 2030. Berdasarkan Data Statistik BPS yang disajikan pada plot interaktif di di atas, rasio ketergantungan penduduk Indonesia ditaksir mencapai 48,4% di tahun 2016. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata setiap 100 orang usia produktif menanggung penduduk usia non produktif sebanyak 48-49 orang. Tren tersebut tentu saja kian menurun hingga puncaknya terjadi antara tahun 2020 hingga 2030.


Statistik Indonesia di atas menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia 0-4 tahun, 5-9 tahun dan 10-14 tahun masih mendominasi dibandingkan penduduk usia dengan rentang kategori yang sama sebesar 5 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, penduduk usia di bawah 14 tahun tersebut akan memasuki usia angkatan kerja. Di sisi lain, angka kelahiran pun diproyeksi akan semakin menurun sehingga di masa mendatang jumlah penduduk dibawah 14 tahun pun akan kian menurun. Pergerakan piramida demografi inilah yang menyebabkan rasio ketergantungan semakin menurun sekaligus menyebabkan bonus demografi di Indonesia mencapai puncaknya di tahun 2020 hingga 2030.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini visualisasi data yang menunjukkan pergerakan piramida demografi penduduk Indonesia dari tahun 2010 hingga 2050.

Berdasarkan proyeksi data US Census Bureau IDB di atas, Indonesia diprediksi akan mengalami puncak bonus demografi pada tahun 2023-2024 dengan taksiran rasio ketergantungan paling rendah yaitu sebesar 46,1%. Di sisi lain, BPS menaksir angka rasio ketergantungan dengan interval 5 tahun untuk tahun 2020, 2025, 2030 dan 2035 berturut-turut sebesar 47,7%, 47,2%, 46,9% dan 47,3%. Sekilas hal ini menunjukkan bahwa BPS memprediksi Indonesia mencapai puncak bonus demografi antara tahun 2025 hingga 2035. US Census Bureau IDB memprediksi Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi lebih cepat dibandingkan BPS.

Dari proyeksi data itu pun, kita bisa mengetahui bahwa Indonesia telah memasuki era bonus demografi pada tahun tahun 2012-2013 dengan taksiran angka rasio ketergantungan sebesar 50,2% dan 49,4%. Rasio ketergantungan kembali memiliki tren naik pasca tahun 2024 dan era bonus demografi pun diprediksi berakhir pada tahun 2037-2038 dengan taksiran rasio ketergantungan sebesar 49,7% dan 50,3%. Tantangan sesungguhnya adalah pasca bonus demografi di mana penduduk usia non-produktif di atas 65 tahun semakin menggelembung. Hal inilah yang dialami oleh negara-negara yang telah mengakhiri era bonus demografi seperti Cina, Korea Selatan maupun Jepang yang memiliki rasio ketergantungan yang terus-menerus meningkat.

Sejak era bonus demografi datang, secara perlahan, Indonesia telah mendapatkan sinyal positif seperti menurunnya tingkat kemiskinan, menurunnya tingkat pengangguran terbuka maupun meningkatnya indeks pembangunan manusia. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di angka 5%, bukan tidak mungkin Indonesia mampu meraup laju pertumbuhan ekonomi dengan angka di atas 7% saat puncak bonus demografi berlangsung pada tahun 2020-2030. Sebagai contoh, Korea Selatan mampu memanfaatkan berkah bonus demografi dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat pada tahun 1960 hingga 1980.

Saya optimis bahwasannya bonus demografi adalah hujan berkah yang mampu menyuburkan perekonomian dan kesejahteraan ekonomi di Indonesia. Pemerintah pun sudah mempersiapkan diri untuk mencegah kebanjiran dari imbasnya hujan bonus demografi dengan meningkatkan layanan kesehatan, meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas sumber daya manusia maupun meningkatkan infrastruktur yang merata. Sebagai individu, kita pun harus mempersiapkan diri, membekalkan diri dengan keahlian serta meningkatkan kapasitas diri sebelum kita memasuki puncak bonus demografi yang akan membawa berkah.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi? 
Kalau bukan kita, siapa lagi?







14 February 2017

Tagged under: , , ,

Life-logging: Garap Data Pribadi Lebih Dalam di Tahun 2017


Istilah life-logging, quantified-self maupun personal analytics baru terdengar di telingaku akhir-akhir ini. Ternyata, melakukan entri data seperti mencatat pengeluaran per hari yang aku lakukan di tahun-tahun sebelumnya merupakan bagian dari istilah tersebut. Di tahun 2017 ini pun, aku memulai mengambil data yang kuhasilkan sehari-hari hingga ke level yang lebih detail, hingga ke waktu spesifik dan kali ini, tidak hanya mengenai data pengeluaran saja. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai data-data yang kuhasilkan dari berbagai macam sisi sekaligus menjadi proyek pribadi “iseng-isengan” dan “seru-seruan”. Secara keseluruhan framework dari proyek yang aku namakan sebagai Data Gue adalah:
Track/Gather -> Understand/Visualize/Analyze -> Review/Act





Data-data yang akan kutinjau adalah:
  • Pengeluaran harian *
  • Data makan siang (di mana dan dengan siapa)
  • Transaksi perbankan (menarik uang di ATM, transfer)
  • Transaksi belanja online *
  • Transaksi GO-JEK
  • Data penggunaan telepon pintar (menggunakan bantuan aplikasi QualityTime)
  • Film di bioskop yang ditonton *
  • Sosial media (Twitter, Line, Telegram)
* sudah pernah dilakukan di tahun–tahun sebelumnya

Selain melakukan penggarapan data melalui data entri manual via spreadsheet ataupun melalui aplikasi android seperti TapLog, visualisasi lebih lanjut pun akan dilakukan dan jika perlu dilakukan analisis secara lebih mendalam. Sebenarnya akan lebih menarik lagi untuk menggarap data pribadi yang berkaitan dengan kesehatan. Terlebih lagi, life-logging memang lebih mengutamakan data seperti itu dan juga penggarapan data dilakukan secara otomatis melalui perangkat IoT tertentu.

Tentu saja, akan menjadi lebih fantastis lagi apabila data yang lebih rinci dapat digarap. Setiap detik kehidupan kita, data-data pribadi kita bisa dihasilkan dari detak jantung, aliran darah bahkan teriakan yang kita hembuskan, semuanya bisa dibentuk menjadi data dan dikuantifikasi. Bahkan saya berpikir, ada suatu alat IoT yang tertempel di tubuh kita, merekam apa yang kita lakukan, apa yang kita bicarakan, data suara kita diubah ke teks dan dibentuklah word cloud maupun dilakukan analisis sentimental yang berguna untuk peninjauan dan refleksi diri secara harian.

Inspirasi:

“Happy Lifelogging, Happy Journaling your Life”


22 January 2017

Tagged under: , ,

Review Akhir Tahun 2016: Overview


Pergantian tahun merupakan sebuah momentum untuk menilik apa yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang sekaligus merancang arsitektur kehidupan di tahun selanjutnya. Merancang resolusi tahunan dan tujuan spesifik dapat membantu kita untuk memfokuskan energi pada hal-hal yang menurut kita penting.

Aku mulai merancang sebuah arsitektur tujuan pada tahun 2014, sayangnya tujuan tersebut terlalu umum, tidak spesifik, tidak memiliki batas waktu yang spesifik, tidak memiliki tahap demi tahap yang spesifik, sehingga tujuan tersebut hanya berakhir menjadi sebuah untaian kata-kata semata. Melirik dari kesalahanku yang bisa dibilang kurang bijak dalam merancang tujuan dan kurangnya motivasi untuk mencapai tujuan tersebut, aku pun memulai membuat tujuan yang sederhana pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2015.

Start from 2015        
Tujuanku di tahun 2015 sangatlah simpel yaitu lulus dari Statistika Unpad dengan durasi 3,5 tahun dan dengan IPK minimum 3,25. Tujuanku lainnya yang sebenarnya tidak tergolong wajib adalah memperluas wilayah kunjunganku di Indonesia bagian timur dengan cara mengikuti lomba statistika, diawali dari DAC yang akan diselenggarakan di Surabaya yang berakhir gagal hingga akhirnya, aku pun berkesempatan untuk memperluas wilayahku ke Jogja dengan mengikuti ONS di UGM. Selain itu, aku pun mendapatkan kesempatan untuk berada di tempat yang lebih jauh lagi yaitu Malang untuk mengikuti NSC di Unibraw.

Sebagai langkah awal bagiku untuk lulus pada bulan Februari 2016, aku memastikan tiket tempat magang di penghujung batas waktu. Semester 7 pun merupakan semester yang penuh tantangan. Semuanya serba berada di penghujung batas waktu, mulai dari tanggal seminar, sidang maupun yudisium. IPK yang kudapatkan pun sangat tipis berada di atas target yang ingin kucapai. Menariknya, apabila aku tidak melakukan protes untuk memperbaiki nilai suatu mata kuliah di penghujung Desember 2015, aku tidak akan meraih target IPK yang ingin kucapai.

Bingkai yang terbentuk sangatlah simpel yaitu: tentukan tujuan spesifik, tentukan tahapan dalam menggapai tujuan tersebut, lakukan tahapan tersebut, tinjau ulang dan kalau perlu revisi tahapan yang sudah dibuat dan kembali lakukan tahapan revisi tersebut dan seterusnya. Melihat hasil positif yang kudapatkan di tahun 2015, 100% misi sukses, aku pun mulai mencanangkan tujuan-tujuan lainnya di tahun 2016. Aku menancapkan empat pilar utama tujuan yang hendak kucapai di tahun 2016 agar aku memfokuskan hal tersebut seutuhnya, yaitu:
  • Mengumpulkan nilai kapital seharga tiga puluh juta rupiah
  • Meraih nilai TOEFL ITP minimal 550
  • Membaca minimal 15 buku
  • Mengumpulkan tulisan yang kutulis sebanyak dua ratus ribu kata
Beberapa tujuan tidak utama dan tidak spesifik lainnya meliputi meningkatkan kemampuan teknis (pemrograman, data sains, dan sebagainya), meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan sebagainya. Tujuan awal saat itu, pasca lulus Februari 2016, yang tidak kalah penting adalah mendapatkan pekerjaan. Tujuan yang bisa dibilang merupakan tujuan turunan dari pilar utama pertama tujuan di tahun 2016 karena untuk mengumpulkan kapital sedemikian besar, aku pun harus mendapatkan pekerjaan. Secara lebih spesifik, aku mematok angka minimal lima juta rupiah sebagai remunerasi yang ingin kudapatkan.

Mendapatkan pekerjaan adalah priotas utamaku saat awal tahun kala itu. Bisa dibilang, hal tersebut merupakan tantangan dan ujian awal bagiku di tahun 2016. Pada bulan April 2016, aku pun berhasil mendapatkan pekerjaan dengan remunerasi di atas dari ambang batas minimal lima juta rupiah yang kucanangkan.
Secara keseluruhan, aku hanya mampu menyelesaikan tiga dari empat pilar utama di tahun 2016, hanya 75% saja, dikarenakan pilar keempat gagal kucapai. Aku hanya mampu mengumpulkan sekitar 190.000 kata, terpaut 10.000 kata dari target yang ingin dicapai. Namun begitu, aku tetap puas dengan performa dan pencapaianku di tahun 2016. Sudah saatnya, aku melambung lebih tinggi lagi dan mencanangkan pilar utama lainnya yang lebih fantastis. Berikut ini hasil tinjauan dari keempat pilar utama tahun 2016 yang kucanangkan.

Mengumpulkan nilai kapital seharga tiga puluh juta rupiah
Accomplish date: 23 Desember 2016
Misi inilah yang mendorongku untuk segera mendapatkan pekerjaan secepatnya di tahun 2016. Aku pun berhasil mengakhiri hari-hari pengangguranku pada tanggal 18 April 2016. Dan berdasarkan kalkulasi finansial yang kulakukan, aku memang bisa dengan mudahnya mengakumulasi kapital senilai tiga puluh juta rupiah sebelum tahun 2016 berakhir. Namun, tidak semudah itu, aku mendapatkan sedikit goncangan saat perjalanan awal karirku dimulai. Bahkan, aku hampir saja tidak mampu menyelesaikan misi yang satu ini jikalau aku ikut tergoncang akibat goncangan yang melanda di akhir tahun 2016.

Meraih nilai TOEFL ITP di atas 550
Accomplish date: 24 Desember 2016
Tanpa disangka-sangka, goncangan yang terjadi di penghujung tahun 2016 membuyarkan rencanaku untuk menyediakan beberapa waktu dan energi luang untuk belajar TOEFL ITP selama satu bulan penuh. Aku pun sempat berpikir untuk tidak mengikuti tes TOEFL ITP dikarenakan goncangan yang melanda namun aku harus tetap konsisten terhadap rencanaku di awal tahun. Jauh-jauh hari, aku sudah menargetkan diri untuk mengikuti tes TOEFL ITP pada akhir Desember 2016. Dua bulan sebelumnya, aku sudah mencanangkan diri untuk mengikuti tes TOEFL ITP pada tanggal 17 Desember 2016 di Lembaga Bahasa UI, Depok.

Tanpa persiapan sama sekali, aku pun memberanikan diri untuk mengikuti tes TOEFL ITP untuk memenuhi janjiku sendiri. Aku pun menemukan tempat yang lebih dekat untuk mengikuti tes ini, yaitu di UTC, Kuningan, Jakarta Selatan, hanya sekitar 400 meter dari kosanku saat itu. Dan pada akhirnya, tanggal 17 Desember 2016, aku mengikuti tes TOEFL ITP, sambil berserah diri, menikmati heningnya mendung di hari sabtu kala itu. Pasca tes dilaksanakan, aku merasa kurang yakin mampu meraih target skor di atas 550. Aku hanya melakukan tes tersebut sebisaku saat itu, menyelesaikan bacaan-bacaan secara tenang dan logis, meskipun pada sesi mendengarkan, ada beberapa bagian yang tidak bisa kutangkap seutuhnya, dan juga pada sesi struktur bahasa (grammar), aku tidak yakin 100% terhadap beberapa soal yang kukerjakan.

Meskipun begitu, tanpa disangka-sangka, aku mampu mendapatkan nilai TOEFL sedikit di atas target yang ingin kucapai. Aku mendapatkan kiriman satu minggu kemudian, tepatnya pada tanggal 24 Desember 2016. Sesuai dengan prediksiku, sesi membaca diperoleh nilai tertinggi dibandingkan sesi mendengarkan dan sesi struktur bahasa. Meskipun tanpa persiapan khusus, rutinitas membaca yang kulakukan sekaligus menambah kosakata bahasa Inggris di tahun 2016 dapat mendongkrak skor membacaku. Terlebih lagi, aku membiasakan diri untuk melatih diri melalui tes yang lebih sulit lagi dibandingkan TOEFL ITP, yaitu GRE.

Saat masih menjadi siswa SMA tahun pertama (antara 2009 dan 2010), aku mengikuti tes TOEFL prediksi yang diadakan sekolah dan hanya mendapatkan skor sebesar 447 saja. Pada tahun 2015, sebagai mahasiswa semester 6, aku pun kembali mencoba mengikuti tes TOEFL prediksi untuk mengetahui kemampuanku saat itu, dan skor yang kucapai sebesar 510, meningkat sebesar 53. Di awal tahun 2016, aku menargetkan untuk mendapatkan skor TOEFL di atas 550, dan kali ini, aku mengikuti tes yang sesungguhnya, bukan prediksi. Di akhir tahun 2016 pun, aku berhasil mendapatkan skor TOEFL ITP sebesar 570, meningkat sebesar 60, sekaligus menuntaskan targetku yang dibentuk di awal tahun 2016.

Membaca minimal 15 buku
Accomplish date: 2 September 2016
Di tahun 2016, aku membiasakan diri untuk meningkatkan aktivitas membaca, baik membaca buku maupun artikel bermanfaat. Aku pun memulai kebiasaan membaca pada tahun 2015 dan menyadari betapa bermanfaatnya aktivitas sederhana yang satu ini. Membaca dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, pengendalian diri, kosakata, kemampuan berpikir dan hal-hal positif lainnya.

Pada awal tahun 2016, sebagai seorang pembaca buku pemula, aku mematok diri untuk menuntaskan lima belas buku. Pada akhir tahun 2016, aku berhasil menuntaskan 20 buku, dengan 5 buku yang aku kategorikan sebagai buku yang bisa dibilang sangat singkat. Aku berhasil menyelesaikan 15 buku, tepatnya pada tanggal 2 September 2016, dengan buku bacaan yang kuselesaikan kala itu adalah The Outliers yang ditulis oleh Om Gladwell.

Mengumpulkan tulisan yang kutulis sebanyak dua ratus ribu kata
Accomplish date: failed
Dua ratus ribu kata bukanlah angka yang bisa dibilang sedikit. Dua ratus ribu kata setara dengan tiga novel. Di pertengahan tahun 2016, aku sudah pede dengan mengumpulkan tulisan sebanyak 140.000 kata. Namun, karena kelalaian diri dan kebiasaan menulis yang menurun di semester dua tahun 2016, aku hanya mampu mengumpulkan sekitar 190.000 kata, terpaut 10.000 kata dari angka yang kucanangkan.

Seperti halnya membaca, aku mulai membiasakan diri untuk menulis pada awal tahun 2015, diawali dengan kelahiran Life Architecture kala itu. Di tahun 2016, beberapa wadah baru pun terlahir seperti New Stratch, Magnum Opus, Idea Writing dan Design Writing. Menulis seperti halnya membaca merupakan aktivitas yang juga bermanfaat. Aku menulis dalam rangka untuk mengeluarkan emosi, pengetahuan, peninjauan, sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Meskipun tidak mampu mencapai target yang kucapai, aku sudah cukup puas dengan total kata sebanyak 190.000 kata yang kukumpulkan selama dua tahun ini.

Be more fantastic in 2017
Tahun 2017 akan menjadi tahun yang lebih menantang lagi bagi diriku. Aku berusaha untuk mengembangkan diri dari berbagai aspek, baik tangibel maupun intangibel. Aku pun menyiapkan tiga pilar utama yang tidak berbeda jauh dibandingkan tahun 2016, lebih minimalis dan tanpa adanya misi mengumpulkan kapital, yaitu:
  • Mendapatkan nilai IELTS minimal 7.0
  • Membaca minimal 20 buku
  • Mengumpulkan tulisan yang kutulis sebanyak tiga ratus ribu kata
Secara non-spesifik, berikut ini targetku di tahun 2017:
  • Meningkatkan kesehatan fisik, mental dan spiritual
  • Meningkatkan kemampuan teknis sebagai seorang ahli data
  • Mengikuti seminar maupun lomba terutama dalam hal yang berkaitan dengan data
  • Memiliki rancangan untuk S2 (latar belakang, tujuan, program studi, dokumen)
  • Melakukan percobaan pertama untuk mendapatkan beasiswa dengan modal nilai TOEFL ITP